Senin, 20 April 2020

Cara Budidaya Ternak Ikan Hias Air Tawar di Aquarium

agi sebagian orang, budidaya ternak ikan hias air tawar bisa menjadi salah satu hobi yang menyenangkan. Bagaimana tidak? Dengan warna yang indah serta bentuk yang beraneka ragam membuat ikan hias itu sendiri selalu berhasil memakau siapapun yang melihatnya.
Meskipun banyak orang yang memelihara ikan hias hanya untuk sekadar hobi, ternyata bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar itu sendiri tergolong sebagai bisnis yang cukup menguntungkan lho. Mengapa demikian?
Karena pada umumnya, Tak jarang banyak pecinta ikan hias yang sampai rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah hanya untuk melengkapi koleksi ikan hiasanya. Nah, dari sinilah kamu bisa melihat peluang budidaya ternak ikan hias air tawar yang menjanjikan.
Dengan modal yang tidak terlalu besar dan sedikit keterampilan yang dibutuhkan, bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar memang terlihat begitu menggiurkan namun juga dengan potensi income yang tidak main-main.
Selain itu, satu alasan lainnya yang membuat bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar bisa menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan karena bisnis satu ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu besar. Bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar bisa dilakukan hanya dengan bermodalkan aquarium saja.
Apakah kamu tertarik untuk memulai bisnis ini? Caranya cukup mudah kok. Ikuti saja beberapa langkahnya berikut ini.
Cara Mudah Budidaya Ternak Ikan Hias Air Tawar
1. Mempersiapkan Wadah
Yang namanya bisnis apalagi yang berhubungan dengan makhluk hidup, mempersiapkan lahan yang cukup merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan. Berbeda dengan budidaya ikan lainnya yang harus memiliki lahan untuk membuat kolam, budidaya ternak ikan hias air tawar hanya memerlukan aquarium saja untuk melakukannya.
Sebenarnya untuk aquarium, kamu tidak perlu membeli baru dengan harga mencapai jutaan lho. Hanya perlu memanfaatkan barang-barang bekas yang ada dan dipastikan tidak bocor, kamu sudah bisa membuat aquarium sendiri. Selain itu, wadah tersebut juga harus memiliki sistem aliran air yang membuat air akan terus bergerak.
Wadah untuk pemeliharaan budidaya bisa digunakan untuk berbagai fungsi, seperti untuk perawatan induk ikan, tempat pemijahan, tempat penetasan telur, tempat pendederan, tempat pembesaran, serta tempat untuk penampungan hasil.
Sesuaikanlah wadah dengan jenis ikan yang dibudidayakan, termasuk dengan tubuh dari ikan hias itu sendiri. Ikan hias tentu memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda. Ada yang berukuran sangat kecil ada pula yang memiliki ukuran lebih besar. Jangan sampai kamu meletakan ikan hias ukuran besar di aquarium yang tidak bisa menampung tubuhnya.
2. Penyesuaian Wadah Ikan Hias
Seperti yang telah sedikit disinggung di poin sebelumnya bahwa ikan hias memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Namun tidak hanya itu saja. Ikan hias juga memiliki lingkungan hidup yang berbeda dari satu dan yang lainnya, sehingga masing-masing wadah harus pula disesuaikan dengan lingkungan hidup dari masing-masing ikan.
Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap berkembanganya ikan hias yaitu adalah air, suhu, derajat keasaman (PH), kandungan oksigen dan juga kecerahan. Maka dari itu, cari tahulah jenis-jenis ikan hias yang akan kamu budidaya sembari menyesuaikan pula dengan wadahnya itu sendiri.
Untuk budidaya ternak ikan hias air tawar, sediakanlah air dengan kandungan kimiawi zero dengan suhu air yang sebaiknya berkisar antara 24-30 C. Selain itu, keasaman air (PH) harus kurang lebih 6-7, oksigen terlarutnya >3 ppm serta kecerahan air berkisar 30-60 cm.
Sumber air bisa kamu dapatkan dari mana saja, bisa itu dari tanah, air sungai ataupun air PAM. Pada nantinya, air yang akan digunakan untuk budidaya harus didiamkan terlebih dahulu dan diendapkan selama 12-24 jam sebelum mulai digunakan.
Hal ini harus dilakukan dengan tujuan agar kandungan oksigen terlarutnya cukup dan gas-gas yang terdapat di dalam air menghilang.
Untuk menyesuaikan, PH dapat dilakukan dengan memberikan kapur pertanian atau kapur bordo dengan dosis secukupnya agar tidak terlalu asam. Selain itu, air yang digunakan untuk budidaya juga pastinya akan mengalami penurunan kualitas atau kotor akibat sisa pakan dan kotoran ikan.
Maka dari itu, bersihkanlah air secara rutin dengan cara membuka pipa pembuangan atau menyedotnya dengan maksimal ¾ bagian. Setelah itu, isi kembali air yang sudah diendap sebelumnya.
3.  Pakan
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk bertahan hidup, tak terkecuali dalam budidaya ternak ikan hias air tawar. Pakan untuk ikan hias terbagi dua, yaitu pakan alami dan pakat buatan. Pakan alami yang bisa diberikan yaitu adalah infusoria, kutu air, jentik nyamuk, cacing sutera, serangga, kodok, dan ikan kecil.
Sedangkan untuk pakan buatan, kamu bisa memberikan mereka pellet dengan kadar protein yang telah diatur sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ikan.
4. Memilih Calon Indukan Ikan Hias
Cara budidaya ternak ikan hias air tawar selanjutnya yaitu dengan memilih calon indukan ikan hias. Di dalam proses pemijahan, kamu akan membutuhkan indukan ikan jantan dan indukan ikan betina yang sudah cukup umur dan matang gonad (kelamin).
Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad pada ikan hias, dapat dilihat dari ciri-cirinya yang unik. Untuk betina, perut akan terlihat gendut ke arah genital dan apabila diraba, maka akan terasa lembek dan halus.
Selain itu, genital juga terlihat menonjol dan apabila diurut maka akan mengeluarkan telur. Sementara itu untuk indukan jantan, bila diurut ke arah genital akan mengeluarkan cairan sperma.
Calon indukan yang digunakan untuk budidaya harus memiliki kondisi tubuh yang sehat, sedang tidak terjangkit penyakit serta berasal dari keturunan yang bagus pula. Kamu bisa membeli indukan di peternakan ikan hias atau menghasilkannya sendiri.
5. Pemijahan
Di dalam proses pemijahan budidaya ternak ikan hias air tawar, terdapat dua jenis proses pemijahan yang bisa dilakukan, yaitu internal dan eksternal. Hal tersebut dikarenakan ikan hias tidak semua bertelur, melainkan ada pula yang beranak, yang mana setiap proses pemijahan maka harus dilakukan secara berbeda.
Maka dari itu, guna mempermudah proses pemijahan tersebut, maka kamu harus mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan, mulai dari media, bahan, serta alat-alat lainnya. Ikan hias tidak bisa memijah sendiri. Karena hal itulah, proses yang harus kamu lakukan adalah dengan menyuntikan hormone perangsang akan ikan hias tersebut dapat memijah sendiri dengan baik secara alami.
6. Penetasan Telur
Proses penetasan telur memiliki jangka waktu yang berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Namun biasanya telur akan menetas kurang lebih selama 24 jam dan berubah menjadi larva. Proses penetasan (inkubasi) dapat dilakukan di aquarium, kolam permanen, corong dan hampa.
7. Perawatan Larva Hingga Tumbuh Besar
Telur ikan yang menetas akan berubah menjadi larva. Biasanya, larva akan ditempatkan di akuarium, kolam bak, bak plastik, fiber glass, kolam tanah, dan wadah lainnya. Nah, ketika menetas hingga kurang lebih berusia seminggu, larva tidak perlu diberi makan karena mereka sudah memiliki cadangan makanannya sendiri, yaitu berupa kuning telur.
Setelah seminggu, barulah kamu bisa memberi mereka makan berupa kutu air, infusoria, cacing sutera, atau jenis makanan lainnya. Hanya saja, akan lebih baik apabila larva diberi makan dari pakan alami.
Ketika larva sudah berubah menjadi benih dengan ukuran yang lebih besar, maka pakan yang diberikanpun juga harus berubah. Biasanya, pakan yang diberikan dapat berupa serangga, kodok, ikan kecil dan pellet. Selain itu perlu diketahui pula bahwa pemberian pakan harus disesuaikan, jika tidak maka akan berpengaruh terhadap kualitas air.
Untuk penebaran benih, usahakan agar tidak terlalu padat dan disesuaikan pula dengan keluasan media yang digunakan. Penebaran benih yang terlalu padat justru akan menghambat pertumbuhan ikan sedangkan tidak penebaran benih terlalu luas, maka akan cenderung tidak efisien atau pemborosan.
8. Hama dan Penyakit
Semua jenis bisnis yang ada, memang sepertinya tidak ada satu bisnispun yang aman atau terhindar dari risiko, termasuk bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar. Dalam hal ini, hama dan penyakit merupakan salah satu risiko yang harus diwaspadai.
Penyakit yang menyerang ikan hias biasanya disebabkan oleh parasit dan menyerang badan ikan, insang, maupun tubuh dari ikan itu sendiri, Namun ternyata, ikan juga bisa diserang dengan yang bukan parasit lho, seperti dari faktor lingkungan dan makanan. Jadi, berhati-hatilah.
Jangan lupa untuk selalu membersihkan air secara rutin dan berikanlah ikan hias pakan yang higenis, agar bisa terbebas dari berbagai risiko penyakit yang menyerang.
9. Pemasaran
Nah, langkah terakhir dari bisnis budidaya ternak ikan hias air tawar yaitu pemasaran. Untuk memasarkan ikan hias, kamu bisa menggunakan jasa pengepul yang biasanya juga sudah memiliki jaringan yang luas. Perlu diingat bahwa kamu harus memiliki jaringan yang luas dalam menjalankan bisnis budidaya agar kamu bisa menemukan pangsa pasar yang pasti.

Bioflok, Budidaya Ikan Lele dan Nila di Lahan Terbatas

Syamsul Mansyur atau biasa dipanggil Daeng Nawing (46) menebar pelet ke kolam ikan yang berada di halaman rumahnya. Air kolam yang tadinya tenang berubah beriak, ikan-ikan nila berlompatan rakus melahap setiap butir pelet yang diberikan padanya.
Ada sekitar 3000 ekor ikan nila yang ditebar di kolam yang hanya berukuran 2×3 meter itu setinggi 80 cm itu. Begitu padatnya sehingga tak ada ruang yang cukup bagi ikan untuk berenang bebas.
Kepadatan itu adalah sebuah kesengajaan. Sebuah teknik pembiakan ikan yang disebut bioflok, teknik pembiakan ikan dengan cara menumbuhkan bakteri di dalam air.
“Bio artinya hidup, flok itu gumpalan. Jadi bioflok itu adalah gumpalan hidup. Jadi bakteri-bakteri itu tumbuh menjadi gumpalan yang akhirnya tumbuh menjadi makanan ikan,” jelas Syamsul ketika ditemui Mongabay awal September 2016.
Dengan metode ini, sisa-sisa pakan atau kotoran ikan akan diolah oleh bakteri tersebut lalu jadi makanan lagi. Hanya memang tetap diberi pakan. Keuntungan sistem ini dibanding metode konvensional adalah penggunaan air yang sedikit karena kepadatan ikan di kolam tersebut memiliki aturan tersendiri.
“Di sini ikannya sekitar 3000-an. Karena ikannya masih kecil-kecil. Ketika ikan sudah cukup besar maka ikan-ikan ini harus dipisah sehingga tersisa hanya sekitar 800-an. Kalau yang ada di kolam ini umurnya sudah 3 bulan, sebentar lagi kami pisah.”
Kelompok Budidaya
Syamsul adalah Ketua Kelompok Abbulo Sibatang, salah satu kelompok usaha budidaya ikan yang mendapat dukungan dari Coastal Community Development Program International Fund for Agricultural Development (CCDP – IFAD) di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Kelompok Abbulo Sibatang yang dalam Bahasa Makassar berarti satu kesatuan, atau kerja sama yang erat ini dibentuk sejak 2013. Awalnya dibentuk untuk usaha peternakan dan perikanan, belakangan berubah hanya fokus untuk budidaya ikan saja.
Usaha budidaya dengan metode bioflok ini hanya merupakan usaha pribadi dari Syamsul saja, menindaklanjuti hasil pelatihan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan (DKP3) Makassar. Belakangan Syamsul bersama teman-teman seprofesi sepakat membentuk kelompok budidaya tersebut.
“Usaha budidaya ini masih sangat baru, sekitar 4 tahun lalu. Awalnya tidak begitu berkembang. Usaha teman-teman pun sempat mandek.”
Kelebihan budidaya dengan metode bioflok ini adalah biaya pakan yang lebih rendah dan penggunaan lahan yang tak begitu luas, bisa memanfaatkan pekarangan rumah. Pada bulan pertama dan kedua biaya pembelian pakan hanya sekitar Rp750 ribu sebulan. Sementara pada bulan ketiga dan bulan berikutnya semakin bertambah hingga Rp1 juta lebih.
“Kalau perhitungan kasarnya untuk 4000 ekor nila biaya yang harus dikeluarkan hingga panen sekitar Rp6 juta – Rp7 juta. Sementara jika panen sukses maka hasilnya bisa mencapai Rp20 juta – Rp25 juta, dalam kurun waktu panen sekitar 6-7 bulan. Jadi kemarin kita hitung-hitung sekitar Rp4 juta per bulan pendapatannya. Karena ini masih baru jadi kita belum bisa lihat perkembangannya,” jelas Syamsul.
Biaya pembuatan kolamnya sendiri tak lebih dari Rp6 juta yang bisa memuat 3000 ekor ikan lele atau 900 ekor ikan nila. Cuma harus dibuat beberapa kolam agar bisa dipindahkan sebagian jika isi kolam sudah terlalu padat.
Terkait pola makan untuk ikan nila, Syamsul masih terus meneliti dan melakukan uji coba takaran makanan yang tepat. Sementara terkait tingkat kematian ternyata relatif lebih kecil.
“Berbeda kalau lele, karena mereka sifatnya kanibal jadi kalau terlambat diberi makan maka mereka akan saling makan.”
Untuk ikan lele sendiri, metode ini memiliki kekurangan tersendiri. Dibanding metode konvensional metode ini kurang bisa bersaing dari segi harga produk, meski secara kualitas ikan lebih baik. Penyebabnya, kebiasaan masyarakat Makassar yang lebih senang mengkonsumsi ikan lele yang lebih besar, sementara hasil dari bioflok memiliki ukuran yang lebih kecil.
“Tapi di Makassar jarang ada peminat yang besarnya seperti itu. Biasanya kalau di Makassar lebih suka yang besaran 4-5 ekor per kg, jadi waktu panennya lebih lama. Apalagi dengan sistem yang kita terapkan ini pakan pelet.”
Sementara, penggunaan pakan berupa jeroan, bangkai ayam dan-lain-lain, perkembangannya relatif lebih cepat. Bisa panen dalam 4 bulan, sementara dengan bioflok masanya 5-6 bulan. Semakin lama waktu produksi maka semakin membengkak biaya yang harus dikeluarkan.
Menurutnya, biaya budidaya ikan lele ini cukup besar untuk pembelian pakan. Kelebihannya pada jenis pakan yang digunakan kaya protein. Metode ini juga tidak terlalu merepotkan dan ramah lingkungan karena tidak meninggalkan bau sehingga tidak mengganggu tetangga.
“Itulah alasan kami mau coba dengan metode ini, meski konsekuensinya biaya usaha meningkat karena jangka waktu panen yang lebih lama, menunggu sampai ikannya besar seperti standar ikan lele di sini.”
Menurut perhitungan Syamsul, jika mereka menebar 3000-4000 bibit ikan, dengan penggunaan pakan alternatif ini, biaya yang mereka harus keluarkan per bulan sekitar Rp400 ribu – Rp500 ribu.
“Karena kita panen sekitar 4-5 bulan jadi biayanya sekitar Rp2 jutaan. Ditambah biaya bibit sekitar Rp1 juta. Hasil panen sendiri sekitar Rp6 juta.”
Meski memiliki kekurangan, namun Syamsul menilai budidaya dengan metode bioflok ini masih memiliki prospek untuk dikembangkan, namun syaratnya memang harus dilakukan dalam skala besar.
“Kalau menurut saya, program ini bisa lebih efektif kalau skalanya lebih besar. Saat ini, untuk menyesuaikan pasar yang sesuai keinginan masyarakat Makassar agak susah. Kalau nanti harganya  berbeda antara yang pakan biasa dan bioflok ini, mungkin akan menguntungkan. Sayangnya harganya masih relatif sama karena masyarakat kita belum bisa membedakan.”
Untuk penjualan ikan lele sendiri melalui pedagang yang rutin membeli dalam skala besar. Penjualan dalam skala eceran tidak mereka layani karena kecenderungan ikan lele yang memiliki tingkat stres yang tinggi, yang akan terganggu ketika diaduk di saat pengambilan ikan.
Untuk ikan nila sendiri, karena masih uji coba, Syamsul belum bisa menjelaskan lebih jauh dari segi keuntungan, kecuali estimasi di atas kertas. Pasarnya sendiri telah tersedia, karena kebutuhan ikan nila yang cukup besar di Kota Makassar.
“Beberapa pedagang tempat kami beli bibit menjamin untuk membeli hasil budidaya kami karena melihat potensi ikan di Makassar dan malah ada yang diekspor.”
Secara manfaat, Syamsul menyatakan sangat terbantu dengan adanya CCDP – IFAD ini, karena sarana dan prasarana yang yang mereka terima, termasuk kebutuhan pakan dan bibit yang terpenuhi dengan baik. Di antara seluruh pembiayaan, penggunaan terbesar dari dana yang mereka terima digunakan untuk kebutuhan pakan.
Manfaat lain yang dirasakan adalah pada kebersamaan sesama anggota kelompok, sehingga mereka bisa saling berbagi pengalaman dalam budidaya melalui metode bioplok ini.

Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok

  • Teknologi mutakhir bioflok digunakan dalam budi daya ikan nila. Ikan nila dipilih karena kelebihannya, seperti adaptif terhadap perubahan iklim
  • Teknologi bioflok menjadi pilihan tepat untuk nila, karena menghemat biaya operasional dari efisiensi pakan, lebih hemat penggunaan air sehingga lebih ramah lingkungan dan sesuai prinsip berkelanjutan
  • Efisien pakan, terlihat dari nilai FCR yang rendah yaitu 1,05 dibanding budi daya konvensional dengan nilai 1,5. Artinya jika ingin menghasilkan ikan nila 1 kg, hanya diperlukan 1,05 kg pakan saja
  • Di Indonesia, penggunaan teknologi bioflok untuk budi daya, terutama nila masih belum merata. Untuk itu, Pemerintah menugaskan UPT di bawah Ditjen Perikanan Budidaya KKP untuk mengawal agar penggunaan teknologi tersebut bisa tepat guna dan tidak keliru dalam penerapannya

Prinsip keberlanjutan yang dianut teknologi bioflok untuk perikanan budi daya, dinilai sudah memberikan banyak keuntungan bagi pengembangan budi daya ikan. Teknologi ini meningkatkan jumlah produksi, sekaligus menggenjot pendapatan pembudidaya secara signifikan. Komoditas yang berhasil dikembangkan dengan teknologi bioflok, salah satunya adalah ikan nila.
Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebijakto menjelaskan pengembangan teknologi bioflok untuk budi daya ikan nila semakin dirasakan manfaatnya oleh pembudi daya ikan. Salah satunya, karena berhasil meningkatkan kelangsungan hidup ikan nila secara signifikan.
“Itu meningkat signifikan. Untuk kelangsungan hidup atau survival rate ikan nila dengan teknologi bioflok sudah berhasil mencapai angka 90 persen,” ungkap Slamet, pekan lalu di Jakarta.
Keunggulan lainnya, menurut Slamet, adalah tingkat penggunaan pakan menjadi semakin efisien, dan nilai feed conversion ratio (FCR) juga semakin rendah menjadi 1,05. Angka tersebut menunjukkan, jika pembudi daya ingin menghasilkan ikan nila sebanyak 1 kilogram, maka dibutuhkan pakan sebanyak 1,05 kg.
Angka FCR terkini itu, kata Slamet, menurun drastis jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa, dengan nilai FCR bisa mencapai 1,5. FCR merupakan perbandingan berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budi daya. Semakin turun angka FCR, maka semakin baik kualitas dan produksi budi daya yang dihasilkan.
Teknologi bioflok pada budi daya ikan nila juga terbukti meningkatkan kepadatan dalam kolam. Jika menggunakan sistem konvensional, kepadatan maksimal hanya 10 ekor ikan nila/meter kubik, maka dengan menggunakan bioflok kepadatan menjadi 100 ekor/meter kubik.
Menurut Slamet, keberhasilan yang sudah dicapai tersebut, semakin menguatkan bahwa pengembangan budi daya nila dengan sistem bioflok menjadi salah satu terobosan untuk meningkatkan produksi nila secara nasional. Teknologi tersebut diyakini bisa meningkatkan pendapatan pembudi daya secara signifikan dan tetap mengutamakan prinsip keberlanjutan.
“Penerapan teknologi ini terbukti efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya air dan lahan serta adaptif terhadap perubahan iklim,” tuturnya.
Komoditas Potensial
Slamet mengatakan ikan nila bisa menjadi salah satu komoditas air tawar potensial dikembangkan di Indonesia. Karena nila bisa bertahan dari perubahan lingkungan, tumbuh dengan cepat, dan lebih resisten terhadap penyakit. Keunggulan tersebut menjadi kombinasi yang tepat dan pas untuk memicu produksi ikan nila secara nasional.
Terlebih lagi, ikan nila semakin diminati masyarakat sehingga meningkatkan permintaan pasar yang tinggi. Konsumen penyuka nila tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
“Komoditas ekspor terutama untuk ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet. Oleh karena itu, produktivitasnya harus dipacu terus menerus,” ucapnya.
Melihat keunggulan dan keuntungan penggunaan teknologi bioflok, Slamet mendorong penguasaan dan penggunaan teknologi tersebut bisa semakin meluas ke berbagai pelosok Nusantara. Penyebaran teknologi tersebut salah satunya bakal dilakukan unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen Perikanan Budi daya.
Pelibatan UPT untuk penyebaran bioflok ke seluruh daerah, menurut Slamet, agar teknologi tersebut bisa tepat guna dan tidak keliru dalam penerapannya. Dengan kata lain, teknologi bioflok akan terasa keunggulan dan keuntungannya, jika mengikuti kaidah cara budi daya ikan yang baik.
“Seperti penggunaan benih unggul, pakan sesuai SNI (standar nasional Indonesia), serta pemantauan kualitas air budidaya,” jelas dia.
Slamet meyakini teknologi ini mampu menyediakan sumber protein dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Teknologi bioflok mampu menyediakan dua hal sekaligus, yaitu program perbaikan gizi dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Salah satu daerah yang menerapkan bioflok untuk ikan nila, adalah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, melalui ada kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Indra Makmur. Menurut Ketua Pokdakan Indra Makmur Syamsul Bahari, dengan bioflok, ikan nila yang dihasilkan lebih gemuk dan kandungan air dalam daging lebih sedikit.
Pengumpul Rupiah
Syamsul merinci biaya investasi kelompoknya dengan menggunakan bioflok. Untuk pembuatan kolam beton ukuran 15 meter kubik dibutuhkan Rp2 juta, pengadaan pompa air sebesar Rp500.000 dan biaya operasional keseharian. “Total biaya operasional sebesar Rp3,9 juta,” tuturnya.
Dengan periode pemeliharaan selama 3 bulan, Syamsul menjelaskan dapat diproduksi 279 kg ikan nila dengan ukuran panen 200 gram/ekor. Jika harga per ekor diasumsikan Rp26 ribu, maka pendapatan kotor kelompok tersebut dari sekali panen bisa mencapai sebesar Rp7 juta.
“Keuntungan bersih budidaya ikan nila sistem bioflok yang dapat saya peroleh dari setiap kolam mencapai Rp3,1 juta per siklus, saya memiliki 10 unit kolam dengan rincian 2 bak tandon dan 8 kolam budidaya, sehingga pendapatan bersih selama periode budi daya yang saya lakukan dapat mencapai Rp24,8 juta”, sambungnya.
“Dengan budi daya nila sistem bioflok ini menjadi sumber pendapatan keluarga bagi pembudi daya dan pihak-pihak lain yang terkait dengan usaha ini, karena hasilnya dapat dijual ke usaha perdagangan ikan, rumah makan, jasa rekreasi pemancingan, pengolahan fillet dan lainnya,” sebutnya.
Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Supriyadi mengatakan, ikan nila dipilih untuk sebagai komoditas lanjutan sistem bioflok, karena nila termasuk kelompok herbivora. Dengan demikian proses pembesarannya bisa berjalan lebih cepat.
Selain itu, menurut Supriyadi, ikan nila dipilih karena mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian sumber pakannya. Kemampuan tersebut dinilai menguntungkan dalam budi daya di kolam.
Menurut Supriyadi, keunggulan yang dihasilkan dari budi daya bioflok memang banyak, termasuk meningkatkan kelangsungan hidup hingga lebih dari 90 persen dan tanpa pergantian air. Air bekas budi daya juga diklaimnya tidak berbau jika menggunakan bioflok. Keunggulan tersebut membuat bioflok tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budi daya tanaman, misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan.
“Hal ini dikarenakan adanya mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budi daya menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman,” ungkap dia.
Diketahui, produksi ikan nila secara nasional terus mengalami peningkatan dan itu ditandai dengan capaian produksi pada 2016 sebesar 1.114.156 ton, dan kemudian meningkat lagi pada 2017 menjadi 1.265.201 ton. Adapun, sentra budidaya ikan nila di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sumatera Utara.

PENGOLAHAN BEKASEM IKAN MAS


Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks.
Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau diatur.
Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.
Proses fermentasi serupa dengan pembusukan, tetapi fermentasi menghasilkan zat-zat yang memberikan hasil rasa dan aroma yang spesifik dan disukai orang.
Ikan Bekasam adalah salah satu produk ikan awetan yang diolah secara tradisional dengan metode penggaraman yang dilanjutkan dengan proses fermentasi.
Bekasam adalah produk makanan yang berasal dari fermentasi ikan air tawar yang rasanya masam, banyak dikenal di Sumatera dan Kalimantan terutama di Kalimantan Selatan. Bahan baku yang digunakan pada umumnya adalah ikan air tawar. Bahan makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabai dan gula, sebelum disajikan sebagai lauk-pauk.
Bekasam dihasilkan melalui proses fermentasi oleh bakteri asam laktat. Sebelumnya, ikan segar bahan bekasam dibersihkan sisik dan isi perutnya, kemudian direndam terlebih dulu dalam larutan garam 15% selama dua hari (48 jam), tanpa boleh kena udara terbuka.
Setelah dicuci dan ditiriskan, ikan bergaram ini dibubuhi sumber bakteri asam laktat dan sumber karbohidrat tambahan (misalnya nasi atau tape). Kemudian disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat selama sekurang-kurangnya seminggu, agar berfermentasi.
Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku ikan mas dengan penambahan garam sekitar 15-20%, dan ditambahkan samu atau beras ginseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi ±satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam.
Pembuatan Bekasam
1. Bahan Baku
Bahan utama ikan mas (Cyprinus carpio Linn.)
Bahan tambahan garam dapur, nasi dan tape ketan
2. Peralatan
Bak plastik untuk merendam ikan
Pisau
Pemberat
Toples plastik
3. Cara Pembuatan
a. Ikan mas yang masih hidup dimatikan lebih dahulu, kemudian disiangi (buang isi perut, kepala dan sisik), dibelah dan dicuci.
b. Ikan yang telah disiangi kemudian direndam dalam larutan garam 16% selama 48 jam dan diatasnya diberi pemberat agar tidak terapung atau kontak dengan udara.
c. Ikan yang telah digarami kemudian ditiriskan, selanjutnya ditambah nasi 50% dan tape ketan 25% dari berat ikan.
d. Ikan yang telah dibumbui kemudian dimasukkan ke dalam stoples plastik dan ditutup rapat untuk difermentasi selama satu minggu atau lebih.

SUMBER:
Napitupulu R.J., 2011. Modul Pengolahan Ikan Mas. Materi Penyuluhan Perikanan: Kelompok Modul Pengolahan Ikan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA UDANG ROTRIS


Udang rostris (Litopenaeus stylirostris) berasal dari kawasan Amerika Latin khususnya dari negara Mexico, mempunyai prospek pasar internasional yang cukup baik bagi dunia usaha dan sudah banyak diproduksi secara massal dengan menerapkan teknologi sederhana hingga intensif oleh beberapa negara di Amerikan dan Asia. Informasi yang didapat dari hasil kajian dan hasil produksi di beberapa negara produsen, bahwa udang rostris menunjukkan keunggukan-keunggulan sebagai berikut:
-       Laju pertumbuhan yang menyerupai udang windu (dapat mencapai ukuran 30 gr/4 bulan).
-       Toleran terhadap suhu rendah dan perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi).
-       Toleran terhadap lingkungan yang ekstrim (kindisi tanah gambut dan kondisi lainnya).
Pemicu munculnya penyakit pada udang rostris ada tiga, faktor yakni menurunnya kualitas lingkungan pemeliharaan, adanya jasad patogen, dan kondisi udang yang lemah. Bila udang rostris terserang penyakit dapat dipastikan ditimbulkan oleh beberapa faktor tersebut. Untuk mencegah dan mengobatinya maka harus diketahui faktor penyebabnya.
Klasifikasi
            Klasifikasi dari udang rostris (Litopenaeus stylirostris) adalah sebagai berikut :
·       Sub Phyllum    : Crustacea
·       Kelas                : Malacostraca
·       Ordo                : Decapoda
·       Famili              : Penaidae
·       Genus              : Litopenaeus
·       Species            : Litopenaeus stylirostris

Morfologi
Ciri morfologi udang rostris ini tidak berapa beda dengan deskripsi udang pada umumnya. Secara jelas yang tampak adalah udang ini berwarna biru kehitaman, keki renang merah kebiru-biruan, rostrum panjang bergigi 7 pada bagian atas (dorsal) dan 1 gigi lunak yang berkembang di bagian ventral.
        Persiapan Air Media
            Dalam persiapan air media awal sudah dianggap baik apabila kondisi parameter kualitas air dan kelimpahan plankton tidak mengalami goncangan (fluktuasi) yang mencolok. Tahapan dalam persiapan air media awal adalah sebagai berikut :
-            Pengamatan parameter kualitas tanah (pH : 6,5-7,5 ; kandungan bahan organic 8-10 %). Tujuan dari pengamatan parameter kualitas tanah ini adalah untuk mengetahui kondisi tanah tersebut sudah layak atau belum bagi kebutuhan biologis udang yang akan dipelihara.
-            Pengisian air seluruh komponen petakan tambak hingga mencapai ketinggian yang optimal (1,2-1,4 m), dilakukan pada saat kondisi air laut sedang pasang tinggi. Kemudian air dibiarkan 2-5 hari dengan tujuan untuk mengetahui tingkat porositas tanah dan tingkat evaporasi (penguapan) air pada petakan tambak yang akan dioperasionalkan.
-            Sterilisasi air media dengan kaporit berkisar antara 25-30 ppm dan ditebar merata, kemudian diaerasi (dikincir) yang kuat selama 3-5 jam. Pengadukan dengan kincir bertujuan agar kaporit yang diaplikasikan tersebar secara merata hingga ke dasar tambak, sehingga air media tersebut dapat segera steril.
-            Pengamatan parameter kualitas air, seperti pH (7,5-8,5), suhu (28o-31o C), dan salinitas (15-35 ppt), serta parameter air lainnya. Pengukuran parameter kualitas air ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas air secara awal, sehingga pada saat penebaran benur dapat disesuaikan (untuk proses adaptasi penebaran benur).

       Pemilihan dan Penebaran Benih
Apabila kondisi air media sudah siap dalam artian baik kondisi parameter kualitas air dan kondisi kelimpahan plankton, maka segera dapat dilakukan penebaran benih.
Pemilihan standar benih udang rostris adalah sebagai berikut :
-            Ukuran diusahakan seragam.
-            Gerakan lincah dan menantang arus.
-            Respon terhadap gerakan.
-            Warna tubuhnya putih transparan.
-            Kaki dan kulit bersih.
-            Isi usus tidak putus, dan
-            Adaptif (tahan) terhadap perubahan salinitas.
Benih udang rostris yang ditebar adalah ukuran PL-15 atau ukuran tokolan (sebesar pentol korek api) dan sudah dalam kondisi bebas virus. Standar baku benih yang baik adalah setelah dipilah dengan formalin, kematiannya maksimal tidak lebih dari 5 %. Benih tersebut diangkut ke tambak dan kemudian sebelum ditebar terlebih dahuludiadaptasikan terhadap parameter kualitas air yaitu suhu, salinitas, pH, dan parameter lainnya secara perlahan-lahan selama 5-15 menit.
Waktu penebaran yang baik diusahakan pagi hari (jam 0500- 0700). Dengan padat penebaran yang optimal pada pembesaran udang rostris dengan teknologi intensif pada system ini adalah berkisar antara 25-50 ekor/m2 (tergantung factor daya dukung lahan dan sarana penunjang lainnya).

        Masa Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan udang rostris berlangsung (masa operasional berjalan) perlakuan dan pengamatan sangatlah menentukan tingkat keberhasilan. Untuk itu, dalam kurun waktu tersebut ada beberapa kegiatan, perlakuan, dan pengamatan penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
-            Pengaturan dan pemberian pakan.
-            Manajemen plankton.
-            Pengelolaan air dan lumpur.
-            Pengamatan kondisi dan pertumbuhan udang.

Faktor yang sangat penting selam masa pemeliharaan udang adalah pengamatan mengenai kondisi dan kesehatan udang rostris pada tambak yang dioperasionalkan. Untuk mengetahui kondisi ini dapat diindikatorkan dengan pengamatan secara visual yaitu diantaranya adalah :
-       Udang ditempeli oleh jenis bakteri Zoothamium sp dan jenis lainnya pada insang dan tubuh.
-       Insang kotor.
-       Kepala (karapas) dan kulit (abdomen) berlumut.
-       Ekor geripis.
-       Anthena putus.
-       Daging udang keropos.
-       Warna tubuh dan ekor kemerahan.
Udang yang sehat dicirikan dengan normalnya fungsi fisiologis yang secara fisik dapat terlihat dari nafsu makan, pertumbuhan, kelengkapan organ dan jaringan tubuh. Udang akan tetap dalam kondisi sehat selama lingkungan masih mampu untuk mentolerir beban polusi internal sebagai hasil degradasi input produksi (pupuk, pakan, dan obat-obatan). Penyakit yang pada umumnya mulai terjadi pada bulan kedua pada masa pemeliharaan.
Kemampuan mengendalikan factor penyebab stress dan antisipasi yang tepat terhadap potensi serta gejala sakit  akan menentukan kualitas dan kuantitas pada akhir masa pemeliharaan hingga panen. Hampir semua kunci manajemen kesehatan adalah pencegahan, namun tidak menutup kemungkinan dilakukannya pengobatan. Ada beberapa kegiatan monitoring kesehatan dan perlakuan udang selama masa pemeliharaan, diantaranya :
-       Pengamatan Rutin
-       Pengamatan Visual
-       Pencegahan Penyakit

Penyakit yang biasa menyerang ikan sumatera adalah sebagai berikut :
1.      White Spot Syndrom Virus (WSSV)
·         Gejala / Ciri-ciri
-          Udang menempel di pematang/bamboo.
-          Berenang abnormal.
-          Secara mikroskopik terlihat bercak putih dengan bentuk bunga dan inti kehitaman.
-          Timbul bercak putih di kulit.
·         Pengobatan
-          Dengan bahan kimia
Dapat diberikan Vitamin C sebanyak 100 ppm yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan kepada udang yang terserang selama 3 hari, atau dapat juga diberikan Fucoidan (ekstrak rumput laut) sebanyak 60 - 100 mg/ kg udang/ hari selama 15 hari.
-          Dengan bahan alami
Dapat digunakan ekstrak dari daun sambiloto dengan cara diremas, air tersebut dicampur dengan pakan dan dikeringkan, setelah itu baru diberikan pada udang, atau dapat juga menggunakan ekstrak daun Maiyana dengan dosis 0,5 gr/5 liter air.
·         Pengendalian
-          Memilih benih yang telah bebas virus.
-          Aplikasikan air steril dan juga pagar keliling.
2.      Bakteri Zoothalium sp
·         Gejala / Ciri-ciri
-          Kulit dan badan berlumut.
-          Karapas dan kulit abdomen.
-          Warna tubuh kemerahan.
·         Pengobatan
-          Dengan bahan kimia
Dapat digunakan Formalin dengan dosis 30 ppm atau kaporit 1 ppm diberikan selama 1 hari.
-          Dengan bahan alami
Menggunakan larutan kunyit atau daun sirih.
·         Pengendalian
-          Membuang lapisan dasar tambak.
-          Pelihara ikan bandeng.
-          Perbaiki dasar tambak.

3.      Lumutan
·         Gejala
-          Kulit seperti berbulu.
-          Tubuh keropos/kusam.
-          Insang kotor.
·         Pengobatan
-          Dengan bahan kimia
Menggunakan Formalin 30 ppm atau larutan kaporit sebanyak 1 ppm, yang dilarukan dengan air tambak.
-          Dengan bahan alami
Dapat menggunakan daun sadah sebanyak 2 gr/liter air, yang dilarutkan selama 15 menit. Atau dapat juga menggunakan daun sirih yang telah diremas, direndam dan disaring airnya, kemudian udang yang terserang penyakit ini direndam selama 15 menit.
·         Pengendalian
Langkah pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan membuang lapisan Lumpur organic dan memberikan pengapuran pada dasar tambak.

DAFTAR PUSTAKA
Kokarkin, C., 2002. “Petunjuk Teknis Budidaya Udang Rostris”. Dirjen Perikanan. Jakarta.
Junaidah, S., 2004. “Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Rostris”. Dirjen Perikanan Budidaya. BBPBAP Jepara.

Basri H. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Udang Rostris Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Untung Besar dari Bisnis Budidaya Lobster Air Tawar

  Memiliki warna biru yang cerah disertai bentuk tubuh yang terlihat kekar dan anggun menjadikan lobster air tawar menarik dijadikan hiasan ...